Rabu, 07 April 2010

CERPEN ... ' HAPPY BRITHDAY FOR ME

Aku terlahir dari lumpur sebagai plasentaku.
Merobek dindingnya dengan tangan yang rapuh.
Dalam tangis pertama kulihat wajah menguntai harap.
Untaian harap pertama yang terjalin dari silau rembulan.
Dijawab tangis yang membahana pada ruang malam.
Dimana induk-ku membangkai dengan air mata harap.

Kini berjuta hari telah kujalani.
Melihat alur jejak pada langkah yang selalu pertanyakan arti.
Aku adalah geliat rumput pada panas.
Yang coklatkan hijau sampai kuterbaring.
Aku adalah raga yang menjadi pupuk kehidupan berikut.
Kisah hidup yang membahana sebagai pelajaran.
Dimana keindahan adalah tanpa makna bila tidak memeluk gelap.
Dimana rintih adalah kidung pada kebijakan.

Sudah kujalani hari dimana kumelihat justru ketika memejam.
Hari ketika kumendengar justru ketika suara terbungkam.
Dimana berpikir dengan hati adalah logika lebih nyata dibanding otak.
Dan tawa adalah tangis masa depan.

Jadi aku pungut sampah yang dulu kubuang.
Kujangkau buah yang terjatuh pada tanah.
Dimana justru jasadnya adalah arti kehidupan sebenarnya.
Karena darinyalah pohon berasal.
Karena ranum buah segar hanya tergigit dan terbuang sebagai 'veses,'

Nadiku yang membusuk alirakan asam.
Kurangi umur dalam hitungan tergenggam.
Pilar angan retak runtuh dan melesak.
Siksa jantung yang menyesak.
Semakin hari otak-ku berkarat, Pasrah pada pilihan terberat.
Mungkin bagai ajal menjelang harap justru pada saat terjerat sekarat.
Garis batas meluap dalam chivas, sudah terlambat renungi batas.
Bisakah tersadar sebelum terlepas, sebelum ajal menghempas.

Cahaya aku harap kau menyeruak dalam penglihatanku yang mulai menggelap.
Jawab semua sebelum udara yang tersedia untuk nafasku mulai pengap.
Aku takut akan dasar ketika mulai melompat.
Tapi berabad lamanya jatuh mulai membuatku rindukan lantai.
Pita suaraku tergencet asa dan menegang putus.
Aku sekarang berteriak namaMU dalam hening.
Dan selalu dijawab dengan angin berputar yang terbangkan daun.

Dalam terang ku tersiksa silau sudah saatnya akhiri hari justru saat kemilau berseri.
Karena sepi adalah dunia dimana aku menari, menari bersama mimpi yang tak kunjung pasti.
Hancurkan tanah tempat kuberbaring, dan selimuti aku dengan bumi.
Semoga derap kaki yang kudengar adalah ringan dan tidak datang dengan berdentam.
Biarkan aku mengalir bersama roh dunia dimana ragaku senyum melihatnya.

Tabur bunga dalam pusara yang membayang kian mendekat.
Apa yang akan tertulis dalam nisan pikiran kalian pada kayu terpancang tempatku berselimut bumi.
Bila saja bumi mengulang waktu, akan aku nikmati tiap nafas terhembus.
Biar saja aku nikmati pandangan pada lembah dosaku.
Yang ketika ku teriak menggaung tangis
Tapi disini ku akan berdiri ubah gema jadi tawa.
Tawa pada duka yang Menggila.

cerpen by : lucky luck

Tidak ada komentar:

Posting Komentar